|

Follow us on

|
CLASS IT

"Dari 50 Negara, Cuma RI Yang Berpeluang Pimpin Dunia Islam"

K.H. Masdar F Masudi
Ketua PBNU tersebut mengatakan bahwa Indonesia yang paling berpeluang pimpin dunia islam.
AKURNEWS-Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar F Mas`udi mengemukakan Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dunia Islam di masa mendatang, karena memiliki lembaga keumatan kuat yang berada di luar pemerintahan.

"Kita memiliki potensi besar untuk menjadi pimpinan dunia Islam karena Indonesia memiliki lembaga umat kuat," katanya pada seminar nasional bertajuk "Islam dan Bina Damai: Memahami Pluralisme" di aula pascasarjana IAIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh.

Ia mengatakan, potensi besar tersebut harus dimanfaatkan Indonesia dengan meningkatkan pemahaman keagamaan bagi seluruh umat, sehingga akan menjadi sebuah kawasan peradaban Islam di masa mendatang.

Dijelaskannya, dari sekitar 50 negara-negara Islam yang ada di dunia, hanya Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin kelompok tersebut di masa mendatang.

Ia mengatakan, kehadiran sebuah lembaga kemasyarakatan dan keumatan yang kokoh tanpa adanya keterlibatan pemerintah di dalamnya akan mampu membentuk keseimbangan terhadap pembinaan moral dan umat.

"Ini merupakan sebuah modal yang harus dipertahankan Indonesia, sehingga dapat membangun peradaban Islam ke arah yang lebih baik di mana banyaknya berbagai pemahaman yang terjadi saat ini," katanya.

Menurut dia, berbagai pemahaman yang muncul saat ini harus mampu diatasi oleh setiap muslim dengan memperkuat daya tahan diri, agar tidak terjerumus dalam perbedaan keyakinan yang ada.

"Artinya, jika kita ingin terbebas dari ajaran sesat, maka perkuat keyakinan agar tidak ikut serta dalam kelompok tersebut," katanya.

Karena itu, ia berharap apabila jika ada sekelompok pihak melakukan sesuatu kegiatan yang tidak baik, maka balasnya dengan perilaku yang santun atau dengan perlakuan setimpal.

"Namun alangkah lebih baik lagi, jika perlakukan tersebut tidak kita balas," katanya.

Pada seminar sehari tersebut juga menghadirkan KH Syakur Yasin, pengasuh Podok Pesantren Cadangpingan, Indramayu, Jawa Barat, Ketua PWNU Aceh Tgk H Faisal Ali dan Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Rusydi Ali Muhammad.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menyatakan, masih terus terjadinya kasus radikalisme agama menunjukkan upaya deradikalisasi belum dilakukan secara serius.

"Dari hari ke hari kasus radikalisme terus saja terjadi," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta.

Bahkan, lanjutnya, dari serangkaian kasus kekerasan atas nama agama terkesan ada pembiaran dari aparat berwenang.

"Ini menimbulkan tanda tanya besar apakah ini sengaja dipelihara untuk kepentingan komoditas politik tertentu," katanya.

Ia mencontohkan tragedi Ahmadiyah di Cikeusik, perusakan gereja di Temanggung, serta teror bom yang ditujukan kepada beberapa tokoh penting.

Pada posisi ini, kata Said Aqil, peran intelijen dan kepolisian juga patut dipertanyakan mengapa selalu "kebobolan".

Di sisi upaya deradikalisasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Gerakan Deradikalisasi Agama belum juga terlihat.

Padahal, deradikalisasi adalah salah satu langkah preventif untuk mencegah terjadinya kekerasan baik dalam bentuk teror maupun kejahatan lainnya.

"Dari sekian catatan buruk ini tentunya Presiden harus bisa mengambil langkah taktis, strategis, fundamental, dan tegas jika tidak ingin dianggap tidak serius dalam menangani deradikalisasi agama," kata Said Aqil.

PBNU juga mengritik Kementerian Agama yang saat ini dinilai lebih berorientasi pada proyek ketimbang menjalankan fungsinya sebagai pengawal moral dan akhlak.

"Fungsi Kementerian Agama itu mengawal moral, akhlak, dan mengembangkan. Sekarang yang diributi proyek terus," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kepada wartawan di kantor PBNU, Jakarta.

Ia menjelaskan, pendirian Kementerian Agama, yang dahulu bernama Departemen Agama, merupakan usulan dari tokoh NU KH Wahid Hasyim sebagai "kompromi" dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

"Agar negara tetap mengurus dan memelihara agama sehingga Indonesia tidak menjadi negara sekuler," katanya.

Artinya, kata Said, sebenarnya tugas Kementerian Agama lebih berat dan lebih strategis daripada Kementerian Pendidikan Nasional.

Kenyataannya, menurut Said Aqil, Kementerian Agama dalam menangani kasus agama justru sering kurang sigap, tidak cekatan, sehingga masyarakat larut dalam keresahan.

"Menag terlihat tidak tegas dalam mengambil sebuah keputusan yang bersifat strategis dan mendasar yang dibutuhkan dalam waktu dekat," kata Said Aqil. "Kita memiliki potensi besar untuk menjadi pimpinan dunia Islam karena Indonesia memiliki lembaga umat kuat," katanya pada seminar nasional bertajuk "Islam dan Bina Damai: Memahami Pluralisme" di aula pascasarjana IAIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh.

Ia mengatakan, potensi besar tersebut harus dimanfaatkan Indonesia dengan meningkatkan pemahaman keagamaan bagi seluruh umat, sehingga akan menjadi sebuah kawasan peradaban Islam di masa mendatang.

Dijelaskannya, dari sekitar 50 negara-negara Islam yang ada di dunia, hanya Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin kelompok tersebut di masa mendatang.

Ia mengatakan, kehadiran sebuah lembaga kemasyarakatan dan keumatan yang kokoh tanpa adanya keterlibatan pemerintah di dalamnya akan mampu membentuk keseimbangan terhadap pembinaan moral dan umat.

"Ini merupakan sebuah modal yang harus dipertahankan Indonesia, sehingga dapat membangun peradaban Islam ke arah yang lebih baik di mana banyaknya berbagai pemahaman yang terjadi saat ini," katanya.

Menurut dia, berbagai pemahaman yang muncul saat ini harus mampu diatasi oleh setiap muslim dengan memperkuat daya tahan diri, agar tidak terjerumus dalam perbedaan keyakinan yang ada.

"Artinya, jika kita ingin terbebas dari ajaran sesat, maka perkuat keyakinan agar tidak ikut serta dalam kelompok tersebut," katanya.

Karena itu, ia berharap apabila jika ada sekelompok pihak melakukan sesuatu kegiatan yang tidak baik, maka balasnya dengan perilaku yang santun atau dengan perlakuan setimpal.

"Namun alangkah lebih baik lagi, jika perlakukan tersebut tidak kita balas," katanya.

Pada seminar sehari tersebut juga menghadirkan KH Syakur Yasin, pengasuh Podok Pesantren Cadangpingan, Indramayu, Jawa Barat, Ketua PWNU Aceh Tgk H Faisal Ali dan Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Rusydi Ali Muhammad.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menyatakan, masih terus terjadinya kasus radikalisme agama menunjukkan upaya deradikalisasi belum dilakukan secara serius.

"Dari hari ke hari kasus radikalisme terus saja terjadi," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta.

Bahkan, lanjutnya, dari serangkaian kasus kekerasan atas nama agama terkesan ada pembiaran dari aparat berwenang.

"Ini menimbulkan tanda tanya besar apakah ini sengaja dipelihara untuk kepentingan komoditas politik tertentu," katanya.

Ia mencontohkan tragedi Ahmadiyah di Cikeusik, perusakan gereja di Temanggung, serta teror bom yang ditujukan kepada beberapa tokoh penting.

Pada posisi ini, kata Said Aqil, peran intelijen dan kepolisian juga patut dipertanyakan mengapa selalu "kebobolan".

Di sisi upaya deradikalisasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Gerakan Deradikalisasi Agama belum juga terlihat.

Padahal, deradikalisasi adalah salah satu langkah preventif untuk mencegah terjadinya kekerasan baik dalam bentuk teror maupun kejahatan lainnya.

"Dari sekian catatan buruk ini tentunya Presiden harus bisa mengambil langkah taktis, strategis, fundamental, dan tegas jika tidak ingin dianggap tidak serius dalam menangani deradikalisasi agama," kata Said Aqil.

PBNU juga mengritik Kementerian Agama yang saat ini dinilai lebih berorientasi pada proyek ketimbang menjalankan fungsinya sebagai pengawal moral dan akhlak.

"Fungsi Kementerian Agama itu mengawal moral, akhlak, dan mengembangkan. Sekarang yang diributi proyek terus," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kepada wartawan di kantor PBNU, Jakarta.

Ia menjelaskan, pendirian Kementerian Agama, yang dahulu bernama Departemen Agama, merupakan usulan dari tokoh NU KH Wahid Hasyim sebagai "kompromi" dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

"Agar negara tetap mengurus dan memelihara agama sehingga Indonesia tidak menjadi negara sekuler," katanya.

Artinya, kata Said, sebenarnya tugas Kementerian Agama lebih berat dan lebih strategis daripada Kementerian Pendidikan Nasional.

Kenyataannya, menurut Said Aqil, Kementerian Agama dalam menangani kasus agama justru sering kurang sigap, tidak cekatan, sehingga masyarakat larut dalam keresahan.

"Menag terlihat tidak tegas dalam mengambil sebuah keputusan yang bersifat strategis dan mendasar yang dibutuhkan dalam waktu dekat," kata Said Aqil.

"Dari 50 Negara, Cuma RI Yang Berpeluang Pimpin Dunia Islam" 100out of 100 based on 99998 ratings. 1 user reviews.



sikut
"Dari 50 Negara, Cuma RI Yang Berpeluang Pimpin Dunia Islam"
. Dapatkan AKURNEWS versi HP di http://news.akur.asia.
Advertisement



Gunakan akun Anda untuk berkomentar:



Apa komentar anda?

Redaksi: redaksi.akurnews@gmail.com
Informasi pemasangan iklan
Klik: Pasang Iklan
Iklan Cespleng
  • ADIT TRANS

    PERSEWAAN MOBIL ADIT TRANS SOLO Sewa Mobil Solo ADIT TRANS www.sewamobilsoloadittrans.com

  • JAMU EMPOT2 SUPER ASLI MADURA

    JUAL JAMU EMPOT SUPER MADURA ASLI HARGA DISTRIBUTOR EMPOT2 SUPER : 55.000 asli madura agar

  • OTORENT 0271-7969998

    MUDIK KELILING SOLO…!!! Sewa mobil Solo  OTORENT akan melayani Anda kemanapun t

Berita Utama
Berita Terhangat
Loading...