Jerawat, Si Kecil Pemicu Bunuh Diri
Jerawat yang kelihatannya sepele dan tidak berbahaya, ternyata dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Sebuah kajian baru menyebutkan bahwa remaja yang berjerawat kerap merasa rendah diri dan depresi.
Meskipun belum membuktikan bahwa jerawat benar-benar dapat menyebabkan masalah emosional, namun analisis terhadap 16 studi menunjukkan bahwa jerawat pada remaja memiliki dampak yang lebih besar dari sekadar meningkatkan penjualan obat jerawat.
"Jerawat memiliki dampak besar pada kehidupan masyarakat," kata salah penulis kajian, Dr. Steven R. Feldman, seorang profesor dermatologi di Wake Forest University School of Medicine. "Ini sesuatu yang layak diobati, dan bukan hanya karena dapat menimbulkan jaringan parut permanen," tambahnya.
Feldman mengatakan ia meluncurkan penelitiannya ini pada saat meningkatnya keingintahuan tentang bagaimana penyakit kulit dapat dihubungkan dengan penyakit lain. Orang yang menderita psoriasis, misalnya, mungkin mengalami masalah dengan penyakit jantung, arthritis dan masalah mental.
Jerawat, tentu saja, telah lama dikenal sebagai momok remaja, meskipun jerawat juga dapat menyerang orang tua. Feldman dan koleganya melakukan kajian untuk mengetahui apakah ada kemungkinan efek jerawat terhadap kualitas hidup dan kesehatan mental pada remaja. Mereka memutuskan bahwa ada 16 studi yang layak dimasukkan dalam kajian mereka, beberapa studi bahkan mencakup baik kelompok remaja maupun orang tua.
Kajian ini diterbitkan dalam Dermatology Online Journal.
Secara keseluruhan, studi-studi itu menyebutkan bahwa jerawat dapat mempengaruhi kualitas hidup, harga diri dan suasana hati kaum remaja. Jerawat juga terkait dengan tingginya tingkat kecemasan, depresi dan pikiran bunuh diri.
Secara khusus, satu studi menemukan bahwa 9 persen dari remaja yang berjerawat menunjukkan tanda-tanda depresi, dengan tingkatan tiga sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum.
Tetapi untuk menyimpulkan bahwa jerawat dan depresi memiliki hubungan sebab-akibat, sepertinya belum bisa dilakukan. Studi-studi itu tidak membuktikan jerawat yang langsung menyebabkan masalah kejiwaan ini, dan bila berpikir sebaliknya juga tidak mungkin.
Untuk menyimpulkannya memang rumit, dan kami juga tidak mengantisipasi bahwa depresi menyebabkan jerawat, kata Feldman, meskipun ia mengira stres dapat memperburuk penyakit kulit.
Kabar baiknya adalah bahwa sebagian besar jerawat dapat diobati, terutama dalam kasus-kasus yang parah. Obat bernama Accutane (isotretinoin) tetap dipasarkan, meskipun memiliki reputasi menimbulkan efek samping yang serius, termasuk depresi, jika tidak diawasi dengan benar. Karena memiliki hubungan dengan cacat lahir, obat ini juga sangat berbahaya bagi wanita hamil.
Mereka dengan kondisi jerawat yang tidak terlalu parah, atau mereka yang tidak mau menggunakan obat, akan menghadapi dilema besar. Dalam kasus tersebut, mereka ini tidak menyembuhkan, tapi merawatnya. Ada berbagai perawatan jerawat selain pil, termasuk suntikan yang mengurangi inflamasi dan krim yang dijual bebas.
Apa yang harus dilakukan? Feldman menyarankan penderita jerawat untuk pergi ke dokter untuk mendapatkan perawatan, bisa dokter perawatan primer atau dokter kulit, sebelum muncul jaringan parut atau dampak psikologis.
Salah satu obat yang biasa dipakai mengobati jerawat adalah isotetrinoin, yang biasa dijual dengan nama Roaccutane (sebelumnya dikenal sebagai Accutane).
Tahun lalu, sebanyak 7.450 pasien di Swedia diberi resep obat tersebut. Efek samping yang ditimbulkan antara lain mata kering, rambut rontok, serta aneka dampak terhadap liver, otot, lipoprotein, dan tulang.
Menurut sejumlah studi, pada tahun 1980-an membuktikan adanya hubungan antara isotetrinoin dengan kondisi kejiwaan tertentu, seperti depresi dan keinginan bunuh diri.
Dalam sebuah penelitian terbaru yang dimuat di British Medical Journal, para peneliti dari Swedia mengkaji data sekitar 5.700 orang Swedia yang diberi Roaccutane pada tahun 1980-an. Mereka kemudian menghubungkan data tersebut dengan informasi dari catatan tentang perawatan dan penyebab kematian di negara tersebut.
Antara tahun 1980 dan 2001, sejumlah 128 orang tercatat mencoba merenggut nyawa mereka sendiri, dengan 24 orang benar-benar melakukan bunuh diri.
Para peneliti mendapati bahwa resiko bunuh diri lebih tinggi di kalangan orang-orang yang mengkonsumsi Roaccutane dibanding kelompok lain dalam populasi Swedia secara umum. Namun demikian, resiko tersebut seringkali lebih tinggi sebelum mereka mengonsumsinya.
"Di tingkat populasi, hasil penelitian kami menunjukkan bahwa perawatan dengan isotretinoin kemungkinan mengurangi keinginan bunuh diri. Namun bagi sejumlah pasien yang rentan, isotretinoin mungkin memicu keinginan bunuh diri," tulis para peneliti.
Mereka berharap penelitian di masa datang akan meneliti lebih lanjut siapa saja yang rentan terhadap obat tersebut.
Anders Sundstrom dari Institut Karolinska yang memimpin penelitan itu mengatakan, "Trennya cukup jelas. Jerawat parah itu sendiri pasti menjadi bagian penting dari penyebab bunuh diri."
Namun penelitian tersebut tidak mengungkap, apakah jerawat yang menjadi pendorong keinginan bunuh diri atau alasan lain, seperti adanya pengaruh gen.
"Semua pasien penderita jerawat parah harus dipantau ketat kondisi kejiwaannya," kata Sundstrom.
Jerawat, Si Kecil Pemicu Bunuh Diri
kesehatan . Dapatkan AKURNEWS versi HP di http://news.akur.asia.
Follow @akurnews
kesehatan . Dapatkan AKURNEWS versi HP di http://news.akur.asia.
Follow @akurnews
Apa komentar anda?